asus
Home » Opini » Tantangan Politik Lokal Provinsi Baru di Papua Selatan

Tantangan Politik Lokal Provinsi Baru di Papua Selatan

Rabu, 29 Maret 2023 01:47

Penulis :
Editor : Nasrun Labata
iklan03

Dinamika Otonomi Khusus Papua

Penulis Adalah SYAHMUHAR M ZEIN, S.SOS, M.AP Anggota Komisioner KPU Merauke 

Pemerintah belum lama ini telah menetapkan Undang-Undang Nomor 2 tahun 2021 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua. Dua Peraturan Pemerintah (PP) turunan UU Nomor 2 tahun 2021 juga telah rampung dikerjakan.

Pertama, PP Nomor 106 tahun 2021 tentang Kewenangan dan Kelembagaan Pelaksanaan Kebijakan Otonomi Khusus Papua. Kedua, PP Nomor 107 tahun 2021 tentang Penerimaan, Pengelolaan, Pengawasan, dan Rencana Induk Percepatan Pembangunan dalam Rangka Pelaksanaan Otonomi Khusus Provinsi Papua. Lantas, apa dampaknya bagi pembangunan di Tanah Papua?

UU Nomor 2 tahun 2021 beserta peraturan turunannya dikeluarkan pemerintah untuk menjunjung harkat martabat, memberi afirmasi, dan melindungi hak dasar Orang Asli Papua (OAP), baik dalam bidang ekonomi, politik, maupun sosial budaya sesuai dengan kebutuhan, perkembangan, dan aspirasi masyarakat Papua.

UU Nomor 2 tahun 2021 juga telah mengakomodasi beberapa poin hasil evaluasi pelaksanaan otonomi khusus di Papua selama 20 tahun terakhir. Dua PP yang baru saja diteken Presiden Joko Widodo bahkan telah mengatur sangat detail beberapa poin penting dari revisi UU Otsus Papua.

Misalnya, pengaturan mengenai mekanisme dan tata cara pengisian anggota Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP) dan Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten/Kota (DPRK) yang diangkat dari unsur OAP. Pengaturan ini dinilai penting karena pengisian kursi DPRP selama ini hanya diatur melalui Perdasus yang tidak jelas aturan mainnya dan berujung konflik berkepanjangan.

PP Nomor 106 tahun 2021 juga memberikan ruang bagi OAP untuk terlibat langsung dalam pembangunan daerah. Kebijakan tersebut tercermin dalam pengangkatan Aparatur Sipil Negara (ASN) yang harus mengutamakan OAP dengan kuota khusus 60 hingga 80 persen. Selain itu, Pemerintah juga membuka kesempatan seluas-luasnya kepada OAP untuk bekerja dan membina karier di instansi pemerintah pusat sesuai kompetensi dan keahliannya.

Di dalam peraturan tersebut, peran distrik juga semakin kuat dalam proses pelayanan publik terutama karena alasan geografis dan rentang kendali. Struktur organisasi dan tata kerja pemerintahan distrik bahkan diatur harus sesuai dengan tipelogi dan klasifikasi berbasis adat dan agroekosistem.

Tiga kebijakan di atas merupakan contoh upaya proteksi dan afirmasi terhadap OAP di dalam jabatan politik dan pemerintahan. Kebijakan tersebut dilatarbelakangi tidak adanya partai politik lokal di Papua yang dapat menjadi wadah OAP. Dibukanya ruang-ruang khusus tersebut diharapkan dapat meningkatkan akses OAP di jabatan politik maupun pemerintahan sehingga dapat menghadirkan kebijakan pro-OAP.

Sementara itu, PP Nomor 107 tahun 2021 juga telah mengatur pendanaan pembangunan di Papua. Terdapat setidaknya empat sumber pendanaan, yaitu dana dana bagi hasil (DBH) sumber daya alam pertambangan migas sebesar 70 persen, DBH gas alam 70 persen, dana otonomi khusus (otsus) sebesar 2,25 persen dari plafon dana alokasi umum (DAU) nasional, serta dana tambahan infrastruktur (DTI).

Pengaturan penggunaan dana tersebut juga telah diatur secara detail. Misalnya, penggunaan dana harus dialokasikan untuk belanja pendidikan, kesehatan, dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Pemerintah Provinsi Papua juga diharapkan dapat mengalokasikan sebagian anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) hasil eksploitasi sumber daya alam untuk ditabung dalam bentuk dana abadi yang dapat digunakan untuk pembangunan di masa mendatang.

Di luar itu, pemerintah juga telah membuka ruang yang lebar kepada lembaga keagamaan, dunia usaha, dan organisasi kemasyarakatan dalam hal pengembangan pendidikan, kesehatan, budaya, dan juga perekonomian. Kolaborasi stakeholder ini penting di tengah permasalahan Papua yang pelik dan khusus.

Banyak pihak menaruh harapan besar terhadap UU Nomor 2 tahun 2021 beserta peraturan turunannya. Desakan dari berbagai kalangan juga muncul agar berbagai kebijakan yang tertuang di PP bisa segera diimplementasikan. Misalnya kebijakan terkait anggota DPRK yang diangkat dari unsur OAP dan juga pengisian unsur pimpinan DPRP dari fraksi otsus.

Dalam dinamika Otsus Papua hasil evaluasi ini tentunya memberikan nilai baru, karena evaluasi dari pergumulan politik di tahun politik 2019 lalu sangat memberikan pelajaran yang sangat berarti terkait hak hak politik orang Papua untuk duduk menjadi Anggota Legislator. Contoh kasus dimerauke secara eksplisit KPU Kabupaten Merauke telah memberikan ruang untuk Daerah pemilihan khusus orang Papua asli Merauke namun dalam kenyataannya, dalam hal pencaringan calon di Daerah pemilihan yang disebut primadona ini, diseting lain oleh para Partai Politik sehingga orang Papua yang mencalonkan diri pada daerah pemilihan tersebut tidak diakomodir secara merata oleh para Partai Politik, sehingga yang terjadi dari 30 Kursi anggota Legislasi Dewan perwakilan Rakyat Merauke hanya kurang lebih 2 atau 3 orang saja yang duduk sebagai anggota legislative, tentunya hal ini menunjukan bahwa kebersaingan politik Orang Papua khsusunya di Wilayah Merauke ini masih sangat rendah. Hal ini juga bias terjadi karena terdapat alasan alasan tersendiri oleh para Partai Poltik. Jika di infentarisir : hal apa yang menjadikan seperti itu :

Tidak adanya regulasi secara nasional untuk mengatur terkait dengan rekrutmen atau pencaringan calon anggota legislative untuk sebesar besarnya bagi orang papua yang ingin mencalonkan diri di daerah pemilihan tersebut.

Terkait dengan strategi partai politik yang ingin mendulang suara sebesar besarnya untuk suatu kemenangan dalam Daerah pemilihan tersebut.

Tidak adanya ketegasan dari Pembina politik daerah setempat untuk mengakomodir kepentingan itu dalam bentuk kesepakatan secara bersama antar partai politik untuk kepentingan yang dimaksud.

Dengan demikian dengan adanya aturan Otsus Jilid 2 (dua) ini memberikan angin segar untuk para orang asli Papua untuk menduduki kursi afirmatif lewat seleksi tanpa Partai politik yang diatur oleh pemerintah daerah kabupaten setempat yang tentnya ditur dalam Peraturan Pemerintah yang sudah di keluarkan, melalui Kursi DPRK Dewan Perwakilan Kabupaten yang di hitung 25% dari jumlah kursi DPRD yang ada.

Sehingga potensi masalah dalam hal ini tekanan-tekanan masyarakat untuk keterwakilan Orang asli Papua di Dewan legislasi tidak terlalu akan terasa pada pemilu serentak nantinya di tahun 2024. Sehingga kerja kerja KPU Diwilayah Kabupaten Kota di Papua akan lebih konsentrasi untuk secara profesional dan berkualitas pengelola penyelenggaraan pemilu yang aman, tertib dan damai, ditahun 2024 nantinya.

2. Undang Undang Otonomi Khusus Papua Nomor 2 Tahun 2021 memberikan efek Pemekaran wiayah Propinsi Papua.
Dengan hadirnya Undang Undang Otonomi Khusus Papua Nomor 2 Tahun 2021 memberikan efek terhadap pemekaran Propinsi Papua menjadi tiga wilayah pemakaran Propinsi papua yaitu Propinsi Papua Selatan, Propinsi Papua Tengah, dan Propinsi Pegunungan Tengah, dengan ditetapkan masing masing dengan Undang undang sehingga pada pergumulan Pemilu serentak 2024, Ketiga daerah pemekaranm ini menjadi tempat pertarungan politik untuk perebutan kekuasaan khsusunya di wilayah propinsi masing masing. Perang kepentingan untuk perebutan kekuasaan pada tanggal 14 Februari 2024 yaitu pemilihan Legislatif DPR Propinsi dan di tanggal 27 November 2024, untuk perebutan kekuasaan suksesi menjadi Gubernur daerah masing masing.

Saat ini tahapan Pemilihan umum serentak tahun 2024 sebagaimana yang diatur oleh Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) nomor 3 (tiga) tahun 2022 telah dijalankan yang diawali dengan tahapan pendaftaran terhadap peserta pemilu serentak tahun 2024, kemudian akan dilanjutkan dengan verifikasi administrasi dan verifikasi factual atas dasar pemeriksaan persyaratan calon peserta pemilu serentak tahun 2024, dalam hal ini peserta pemilu adalah partai politik yang kemudian akan ditetapkan sebagai peserta pemilu serentak 2024, yang sediahnya pemilu serentak tahun 2024 untuk pemilihan legislasi dan pemilihan presiden dan wakil presiden akan dilaksanakan pada hari rabu tanggal 14 februari 2024.

Setelah ditetapkannya peserta pemilu serentak tahun 2024, maka selanjutnya pada tahapan berikut adalah proses penentuan dan pemetaan daerah pemilihan dan penentuan jumlah kursi untuk setiap daerah pemilihan, yang tahapannya dimulai dari tanggal 14 oktober 2022 sampai dengan tanggal 09 februari 2023.

Terkait dengan adanya daerah otonomi baru di wilayah Propinsi Papua sebagaimana yang telah diatur dalam aturan perundang undangan yang telah ditetapkan, sehingga kemudian daerah otonomi baru tersebut akan di ikutsertakan sebagai daerah pemilihan serempak 2024.

Dalam kaitan tersebut tentunya pemerintah Pusat perlu merevisi Undang Undang No. 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, guna mengakomodir daerah otonomi baru agar dapat masuk sebagai daerah pemilihan serentak 2024.

Sesuai waktu pentahapan sebagaimana yang dijelaskan sebelumnya yaitu tahapan pemetaan daerah pemilihan dan penentuan jumlah kursi dalam tahapan pemilu serentak 2024 ini di daerah otonomi baru, maka perlunya kerja kerja ekstra dari pemerintah pusat, dalam hal ini Menteri Dalam Negeri (MENDAGRI) dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), untuk mempercepat revisi Undang Undang Nomor 7 tahun 2017 dengan tenggang waktu yang cukup singkat, mulai saat ini di bulan agustus tahun 2022 sampai dengan oktober 2022 yang disesuaikan dengan jadwal pentahapan pemilu, dalam hal ini yaitu pentahapan pemetaan daerah pemilihan dan penentuan jumlah kursi dalam suatu daerah propinsi maupun kabupaten/kota di KPU daerah masing masing.

Mengingat waktu yang cukup singkat maka untuk kondisi yang sangat darurat tentunya untuk kepentingan dasar hokum, yang jelas guna pengakomodiran daerah otonomi baru masuk dalam daerah pemilihan serentak 2024 seyogya-nya, jalur aturan perundang undangan yang di buat adalah mendorong Peraturan Pengganti Undang Undang (PERPU) dengan dasar pemikiran yaitu dari sisi waktu yang cukup singkat dan juga dari sisi kestabilan politik dan pembangunan di daerah daerah yang telah di mekarkan.

Dengan demikian juga pemataan daerah pemilihan dan penentuan kursi untuk daerah otonomi baru ini juga perlu dikaji oleh Komisi Pemilihan Umum di daerah pemekaran daerah otonomi baru, tentunya di kaji dan dipersiapkan dengan matang dan disesuaikan dengan peraturan perundang undangan yang berlaku untuk hal tersebut.

Salah satunya di daerah otonomi baru yaitu Propinsi Papua selatan (PPS) yang merupakan pemekaran daerah dari Propinsi Papua yang membawahi 4 kabupaten yaitu Merauke, Asmat, Mappi dan Boven Digoel, jika merujuk pada aturan Peraturan Komisi Pemilihan Umum yang mengatur tentang hal tersebut, tentunya ada rumusan yang digunakan dalam menentukan daerah pemilihan (dapil) dan juga jumlah kursi DPRD Propinsi Papua Selatan.

Dalam menentukan daerah pemilihan atau Dapil Propinsi Papua selatan tentunya perlu di lihat dari jumlah penduduk dari masing masing kabupaten sebagai berikut

Jumlah Penduduk Per Kabupaten Di Wilayah Propinsi Papua Selatan
Dalam Analisa penilis Kurang Lebih sebagai berikut

1 Kabupaten Merauke + 230,932
2 Kabupaten Asmat + 111,632
3 Kabupaten Mapi + 108,285
4 Kabupaten Boven Digoel + 64, 285
Total Jumlah Penduduk Provinsi Papua Sepatan +
515,134

Sumber data : Internet

Melihat dari data di atas, sudah sangat jelas bahwa jumlah penduduk Propinsi Papua Selatan yang merupakan salah satu daerah otonomi baru yaitu berjumlah + 515,134 jiwa, jika merujuk pada Peraturan Komisi Pemilihan Umum yang mengatur tentang jumlah kursi DPRD disuatu wilayah Propinsi, maka dibawah jumlah penduduk 1.000 jiwa mendapatkan kuota 35 kursi.

Selanjutnya akan di lihat lagi terkait jumlah kursi masing masing kabupaten, dapat di lihat pada data berikut ini , dengan bilangan pembagi dari masing masing Kabupaten dengan rumusan :
JUMLAH PENDUDUK
DI PROPINSI KESELURUHAN = BILANGAN PEMBAGI PENDUDUK
JUMLAH KURSI PROPINSI
Jumlah. Penduduk PPS
515.134= Bilangan Pembaginya 14,718
Jumlah Kursi DPRD PPS Sebanyak 35 kursi
Data .1.
Rancangan Pembagian Kursi Sesuai Jumlah Penduduk di Di Propinsi Papua Selatan
Sumber data: kajian mandiri

Melihat dari data diatas, dari hasil perhitungan tersebut total kursi yang di bagi dalam bilangan pembagi maka untuk sementara 33 kursi DPRD Propinsi Papua Selatan dan selanjutnya untuk mencukupi 35 kursi sesuai ketentuan Peraturan Komisi Pemilihan Umum karena masih ada sisa jumlah penduduk dari hasil pembagian diatas maka di lanjutkan dengan rumusan sebagai berikut :

Jumlah Penduduk –total kursi tahap 1 x bilangan pembagi = sisa juml.penduduk
Dengan demikian dapat dilihat pada rankaian uraian penulis sebagai berikut

Data.2.
Rancangan Perengkaian Jumlah Suara Per Kabupaten
Untuk Memenuhi Kuota Kursi 35 Kursi DPRD Di Propinsi Papua Selatan
NAMA KABABUPATEN. JUML.PENDUDUK TOTAL KURSI TAHAP 1 BILANGAN PEMBAGI PENDUDUK SISA JUMLAH .PENDUDUK PERENGKINGAN
JUMLAH PENDUDUK
KAB. MERAUKE 230,932 15 14,718 10,162 1
KAB. ASMAT 111,632 7 14,718 8,606 2
KAB. MAPI 108,285 7 14,718 5,259 3
KAB. BOVEN DIGOEL 64,285 4 14,718 5,415 4
Sumber data: kajian mandiri

Sesuai data di atas, maka kursi DPRD Propinsi Papua Selatan yang dalam perhitungan pertama yaitu 33 kursi DPRD Propinsi Papua Selatan maka ketika dihitung kembali ditambah dengan perhitungan perengkingan dari jumlah penduduk dari masing masing kabupaten maka dapat ditambahkan 2 kursi lagi, menjadi 35 kursi sehingga dapat dipastikan bahwa jumlah kursi pada Propinsi Papua selatan menjadi 35 kursi karena diambil 2 kursi sesuai urutan perengkingan dari hasil jumlah penduduk dikurangi total kursi tahap 1 dikali bilangan pembagi penduduk.

Dengan demikian jumlah kursi dari masing masing kabupaten yang ada di Propinsi Papua Selatan sebagai berikut :

1. Kabupaten Merauke mendapat 15 kursi dan penambahan dari perengkingan pertama dari sisa jumlah penduduk yaitu 1 kursi sehingga menjadi 16 kursi.

2. Kabupaten Asmat mendapat 7 kursi dan penambahan dari hasil perengkingan kedua dari sisa jumlah penduduk yaitu 1 kursi sehingga menjadi 8 kursi.

3. Kabupaten Mappi mendapat 7 kursi dan tidak ada penambahan lagi karena kuota untuk 35 kursi telah terisi oleh dua kabupaten diatas.

4. Kabupaten Boven Digoel mendapat 4 kursi dan tidak ada penambahan lagi karena kuota untuk 35 kursi sudah terisi oleh dua Kabupaten di atas.

Sedangkan untuk jumlah kursi DPRD Propinsi sesuai dengan jumlah kursi dari masing masing Kabupaten yang berada dalam wilayah Propinsi Papua selatan sebagai berikuit:
Data.3.
Rancangan Jumlah Kursi Per Kabupaten
Di Wilayah Propisni Papua Selatan
NAMA KABUPATEN JUMLAH KURSI
KAB. MERAUKE 16
KAB. ASMAT 8
KAB. MAPI 7
KAB.BOVEN DIGOEL 4
TOTAL KURSI 35
Sumber data: kajian mandiri
Berdasarkan jumlah kursi diatas, dan disesuaikan dengan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) yang menerangkan terkait pembagian Daerah pemilihan (DAPIL) bahwa diatas 3 kursi dapat membentuk 1 daerah pemilihan sehingga ketika kita mengacu pada jumlah kursi dari masing masing kabupaten di wilayah Propinsi Papua Selatan, secara jelas, bisa di pastikan masing masing kabupaten berdiri menjadi satu daerah pemilihan, dan khusus Kabupaten Merauke dapat di bagi 2 daerah pemilihan sehingga menjadi daerah pemilihan 1 Merauke dan daerah pemilihan 2 Merauke.

Dengan demikian jumlah kursi perdapil dapat di uji publican dan kemudian akan ditetapkan dalam aturan perundang undangan dan hasil dari uji public dapat dilihat dalam sebagai berikut :
Data.4.
Rancangan Pemetaan Daerah Pemilihan Dan Penentuan Jumlah Kursi
Propinsi Papua Selatan
DAERAH PEMILIHAN WILAYAH PROPINSI PAPUA SELATAN JUMLAH KURSI
DAPIL 1 MERAUKE PPS 11
DAPIL 2 MERAUKE PPS 5
DAPIL 3 ASMAT PPS 8
DAPIL 4 MAPI PPS 7
DAPIL 5 BOVEN DIGOEL PPS 4
JUMLAH KURSI 35
Sumber data: kajian mandiri
Dalam kaitan analisa pemetaan daerah Pemilihan dan penentuan jumlah anggota DPRD Propinsi Papua selatan Per daerah Pemilihan yang merupakan daerah otonomi baru di wilayah propinsi Papua, maka kewenangan mutlak terkait dengan ketetapan tersebut, berada pada Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia, sebagai pusat pembuat regulasi yang akan dieksekusi oleh Perangkat KPU di bawah.

Dengan demikian Kelembagaan KPU Propinsi Papua Selatan akan Bekerja diawal pembentukannya dihadapi dengan pergumulan politik dari masing masing partai politik merebut 35 kursi anggota legislasi DPRD Propinsi papua Selatan.

Karena ini adalah daerah Otonomi baru Yang kemudian harus dan wajib untuk kelembagaan KPU mempersiapkan segala perankat Operasionalnya untuk kemudian dapat memfasilitasi penyelenggaraan tahapan pemilihan yang tengah berjalan, selain itu juga selain kursi DPR Propinsi Papua selatan, ada terdapat 2 kursi yang akan di perebutkan di DPR RI dari Dapil Propinsi Papua Selatan dan Juga perebutan 4 kursi DPD RI untuk wilayah selatan Papua.

Sehingga dalam hal kesiapan kelembagaan Propinsi Papua Selatan, yang paling terpenting adalah Rekuitment Komisoner KPU Propinsi Papua Selatan benar benar harus di jalankan dengan penuh professional dan integritas yang tinggi, dalam hal Timsel yang telah terbentuk masyarakat Papua Selatan menaruh harapan besar bahwa seleksi yang dijalankan ini benar benar sesuai dengan aturan dan melihat kemampuan personal para calon calon komisoner tersebut, untuk nantinya secara professional komisioner yang terpilih mereka itu orang orang pilihan yang dihasilkan dari sebuah proses rekruitmen yang professional.

Tags :

iklan03

Berita Terkait

Rekomendasi