Home » News » Meriahkan HUT Merauke, Organisasi Maluku Satu Rasa Gelar Tradisi Pukul Manyapu

Meriahkan HUT Merauke, Organisasi Maluku Satu Rasa Gelar Tradisi Pukul Manyapu

Minggu, 13 Februari 2022 10:22

Penulis : Nasrun Labata
Pentas seni budaya Maluku, pukul manyapu dalam memeriahkan Hut kota Merauke yang ke 120 tahun. foto by Nasrun La bata
iklan03

JP Organisasi Maluku Satu Rasa (M1R) Cabang Kabupaten Merauke, Papua turut memeriahkan Hari Ulang Tahun (HUT) ke 120 Kota Merauke dengan menggelar tradisi Pukul Manyapu atau biasa  disebut Palasa di Lampu Satu pada Minggu (13/2/2022).

Pagelaran tradisi ini diawali dengan atraksi bambu gila yang diperagakan oleh sejumlah pemuda. Bambu gila merupakan salah satu permainan rakyat Maluku yang sarat mistis.

Pelaksanaannya memerlukan 7 hingga 15 orang yang bertugas memeluk bambu, dengan seorang pawang yang membacakan mantra.

Saat mantra dibacakan, bambu akan merontak dan sesekali menghempas dari dekap otot tangan para pemuda yang memeluk eratnya. Hal ini menyebabkan para pemeluk terjatuh, bangun dan terjatuh lagi, sambil mereka berupaya keras mengendalikan amukan bambu gila.

Sementara itu, Pukul Manyapu atau Baku Pukul Manyapu merupakan tradisi unik dari Maluku Tengah yang digelar sejak abad ke 17. Pelaksanaan tradisi ini sebagai bentuk perayaan atas rampungnya pembangunan masjid.

Tradisi ini juga dikaitkan dengan sejarah masyarakat setempat, yaitu perjuangan Kapitan Tulukabessy beserta pasukannya pada masa penjajahan Portugis dan VOC pada abad ke 16 di tanah Maluku.

Dalam pelaksanaannya, para peserta yang merupakan pemuda dibagi dalam dua regu. Tiap regu berjumlah minimal 10 orang dengan memakai celana pendek, bertelanjang dada serta memakai pengikat kepala merah.

Alat pukul dalam tradisi ini adalah sapu lidi dari pohon enau dengan panjang 1,5 meter. Bagian tubuh yang boleh dipukul adalah dada hingga perut.

Kedua regu tersebut saling berhadapan. Setiap orang memegang batang lidi enau berukuran besar, kemudian mereka secara bergantian saling memukul tubuh hingga luka dan berdarah.

Menariknya, meskipun tubuh para pemuda itu sudah terluka, tidak ada yang marah apalagi dendam. Sebab luka dan darah itu merupakan simbol perjuangan melawan penjajah, dan juga persaudaraan masyarakat Maluku.

Pembina organisasi Maluku Satu Rasa Merauke, Taufik Latarissa, S.sos, mengatakan bahwa pagelaran budaya tersebut selain untuk memeriahkan hari jadi Merauke, juga untuk meningkatkan persaudaraan warga Maluku di kabupaten tersebut.

“Pentas seni budaya ini bagian dari berbagi kegembiraan masyarakat Maluku dengan masyarakat Merauke di momentum HUT Kota Merauke ke 120,” ujar Taufik Latarissa S.sos

Dalam kehadirannya di Merauke, organisasi Maluku Satu Rasa siap membangun kerja sama dengan masyarakat nusantara termasuk juga dengan masyarakat asli Papua. Terutama dalam melestarikan nilai-nilai budaya serta kearifan lokal.

“Kami akan selalu berkolaborasi dengan semua suku untuk membangun nilai-nilai budaya, sehingga bisa lebih meningkatkan persaudaraan dalam tatanan kehidupan sosial,” tuturnya.

Taufik berharap kepada generasi muda, lebih khusus warga Maluku di perantauan agar tidak melupakan atau meninggalkan budaya yang diwariskan oleh leluhur.

“Generasi muda merupakan penerus bangsa. Indonesia Negeri yang kaya akan budaya, karenanya pemuda harus bisa melestarikan nilai-nilai budaya sehingga budaya kita tidak hilang atau bergeser karena arus moderanisasi,” pungkasnya.

Tags :

iklan03

Berita Terkait

Rekomendasi